Palu, VoxNusantara,- Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Provinsi Sulawesi Tengah melaporkan perkembangan penanganan berbagai kasus agraria kepada Gubernur Anwar Hafid. Pertemuan berlangsung di ruang kerja Gubernur, Selasa (14/10/2025) sore, dan menjadi ajang evaluasi atas sejumlah konflik lahan yang tengah ditangani Satgas dalam kurun tiga bulan terakhir.
Ketua Satgas PKA Sulteng, Eva Susanti Bande, bersama sejumlah anggota tim, menyampaikan laporan komprehensif mengenai kasus-kasus yang telah dan sedang diupayakan penyelesaiannya sejak Agustus hingga Oktober 2025. Dalam paparannya, Eva menjelaskan bahwa beberapa konflik telah menunjukkan progres signifikan, sementara sejumlah lainnya masih memerlukan pendalaman dan mediasi lanjutan.
Kasus yang mendapat perhatian utama di antaranya konflik lahan antara warga di Desa Tandauleo, Bete-bete, Padabaho, Tangofa, dan Lafeu dengan PT Hengjaya di Kabupaten Morowali, serta sengketa masyarakat dengan PT Ana di Kabupaten Morowali Utara. Selain itu, Satgas juga tengah menangani persoalan serupa di Desa Lampasio dan Sieba (Kabupaten Tolitoli), konflik antara PT LTT dan warga Kecamatan Rio Pakava (Kabupaten Donggala), serta polemik lahan Bank Tanah di Lembah Napu, Kabupaten Poso.

Di sisi lain, Satgas melaporkan sejumlah keberhasilan dalam penyelesaian konflik yang berpihak kepada masyarakat. Di antaranya redistribusi lahan transmigrasi di Desa Kancu, Kabupaten Poso, serta terpenuhinya hak-hak warga oleh PT CPM di Kelurahan Talise, Kota Palu.
Eva Bande juga mengungkap munculnya kasus baru yang akan segera ditindaklanjuti, yakni ancaman pengusiran terhadap sejumlah warga LIK Trans di Kelurahan Tondo, Kota Palu oleh pihak pengembang. Ia menegaskan, sebagian besar kasus yang ditangani Satgas merupakan konflik agraria menahun yang selama ini belum mendapatkan penyelesaian serius dari pemerintah.
“Sebagian besar persoalan ini telah berlangsung lama dan membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak untuk mencari solusi yang adil. Kami terus berupaya agar penyelesaian setiap kasus berpihak kepada kepentingan masyarakat kecil,” ujar Eva.
Menanggapi laporan tersebut, Gubernur Anwar Hafid menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria merupakan salah satu prioritas utama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak rakyat, terutama masyarakat adat dan petani kecil.
“Konflik lahan yang berkepanjangan menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu kehidupan masyarakat. Kita harus memastikan hak-hak rakyat terlindungi. Pendekatan yang digunakan harus mengedepankan mediasi, musyawarah, dan keadilan restoratif,” tegas Gubernur.
Gubernur juga menyoroti pentingnya sinkronisasi data pertanahan antarinstansi agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan. Dengan kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta, Anwar Hafid optimistis Sulawesi Tengah mampu menciptakan kepastian hukum atas tanah sekaligus mewujudkan pembangunan daerah yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Dalam waktu dekat, Gubernur bersama Satgas PKA akan melakukan pertemuan dengan Menteri Transmigrasi RI di Jakarta, guna membahas penyelesaian berbagai permasalahan lahan transmigrasi di Sulawesi Tengah. Langkah ini sejalan dengan program nasional Kementerian Trans Tuntas, yang menargetkan penyelesaian konflik lahan transmigrasi secara menyeluruh di seluruh Indonesia. *