Palu, VoxNusantara,- Masalah keberadaan koperasi di lingkar tambang Poboya menuai sorotan dari berbagai pihak, khususnya dari sebagian masyarakat Poboya dan sejumlah masyarakat yang ada di wilayah lingkar tambang. Hal ini menjadi pertanyaan publik dengan bertebarannya beberapa spanduk di jalan-jalan Kota Palu yang disuarakan oleh pemerhati masyarakat kecil. Dalam isi spanduk tersebut, mereka meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) mengaudit dan mengusut aliran dana PT Adijaya Karya Makmur (AKM) secara transparan yang masuk ke koperasi.
Diketahui bahwa di Poboya terdapat dua koperasi yang menjadi wadah bagi masyarakat untuk menerima dana bagi hasil, yakni Koperasi Lingkar Tambang dan Koperasi Poboya. Namun, sepanjang perjalanan beberapa tahun ini, kedua koperasi tersebut diketahui telah memberikan bagian kepada masyarakat di lingkar tambang Poboya sesuai hasil yang diperoleh dari kerja sama pengelolaan kolam antara pihak vendor (PT AKM) dengan koperasi.
Ketika hal itu dikonfirmasi kepada Sofyartiar, Ketua Koperasi Poboya, saat ditemui pada Minggu (09/03/2025), dia mengatakan bahwa dalam penyaluran hasil kerja sama tersebut, ada yang diberikan secara tunai dan ada pula yang ditransfer langsung melalui rekening anggota koperasi. Namun, jumlahnya tidak seberapa karena yang diberikan itu sesuai dengan hasil yang diperoleh melalui kerja sama tersebut dan mengikuti nilai jual harga emas.
“Sebagian kami transfer ke rekening dan sebagian ada yang diberikan secara tunai. Jumlahnya sekitar Rp3 jutaan per KK. Itupun diberikan setiap kali habis panen (istilahnya),” ungkap Sofyartiar.
Sementara itu, beberapa masyarakat Poboya lainnya yang enggan disebut namanya mengaku tidak mendapatkan pembagian dari koperasi, sehingga terpaksa harus mendulang manual di pinggir sungai.
“Kami memang warga Poboya, tapi selama ini kami tidak pernah dapat bagian dari koperasi. Padahal setahu kami, koperasi mendapat bagian dari hasil kerja sama dengan PT AKM. Kalau tidak salah, itu sekitar Rp3,5 miliar per triwulan yang diberikan kepada Koperasi Poboya. Bahkan, Koperasi Lingkar Tambang justru mendapat bagian lebih besar lagi karena mengcover beberapa kelurahan di sekitar wilayah tambang Poboya. Lantas, ke mana uang sisa dari pembayaran ke masyarakat? Kan tidak mungkin habis dibagi,” ujar salah satu sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya dan mendesak APH untuk memeriksa serta mengaudit kedua koperasi tersebut. “Jangan masyarakat kecil dijadikan tameng kepentingan,” tambahnya.
Secara terpisah, Herman Pandejori, Sekretaris Dewan Adat di Kelurahan Poboya, mengatakan bahwa hasil kerja sama antara koperasi dan PT AKM itu dibayarkan per triwulan kepada masyarakat.
“Ya, nilainya itu sekitar Rp3,5 miliar per triwulan yang diberikan kepada koperasi. Jadi pembagian kepada masyarakat Poboya itu sekitar Rp3 juta per triwulan,” ungkap Herman Pandejori saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Menurutnya, jumlah tersebut sangat kecil dibandingkan dengan hasil emas yang diperoleh oleh pihak perusahaan.
Menanggapi hal itu, Sofyartiar mengakui bahwa penyaluran dana bagi hasil kerja sama yang diberikan kepada masyarakat bukan per triwulan, melainkan setiap kali panen.
“Jadi kalau panennya tiga atau empat kali, begitu juga kami salurkan ke masyarakat. Waktu panennya tidak menentu, tapi yang jelas panennya bukan per triwulan,” jelas Sofyartiar.
Dia menambahkan bahwa saat ini kontrak kerja sama dengan vendor sudah habis dan telah berakhir bulan ini. Persoalannya, bagaimana koperasi dapat membayar ke masyarakat jika kontrak kerja sama tidak berlanjut?