Poso, VoxNusantara,- Gubernur Sulawesi Tengah, Dr. H. Anwar Hafid, M.Si, menegaskan komitmennya melindungi hak-hak petani di wilayah Lore Bersaudara, Kabupaten Poso, dengan turun langsung ke lapangan dan berdialog bersama masyarakat, Minggu (21/12/2025). Kunjungan tersebut dipusatkan di Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, sebagai respons atas meluasnya pengaduan warga terkait konflik lahan dengan Badan Bank Tanah (BBT).
Di hadapan warga, Gubernur Anwar Hafid menyampaikan bahwa persoalan tersebut sejatinya telah menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Ia mengungkapkan, pada 14 Juli 2025, Pemprov Sulteng telah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN untuk meminta peninjauan kembali pemberian Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Badan Bank Tanah di Desa Watutau.
“Walaupun Bapak-Ibu mungkin belum mengetahui, sejak bulan Juli lalu saya sudah menyurati Menteri Agraria. Saya meminta agar pemberian HPL Bank Tanah di Watutau ditinjau kembali. Saat itu wilayah yang masuk baru di sini. Namun karena persoalan ini terus berkembang dan meluas, saya merasa tidak bisa mengambil keputusan tanpa melihat langsung kondisi di lapangan,” ujar Gubernur.
Gubernur menjelaskan, keterlibatannya secara langsung merupakan bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional sebagai kepala daerah. Ia mengaku sengaja menjadwalkan kunjungan meski bertepatan dengan hari libur, karena persoalan agraria menyangkut hajat hidup masyarakat dan tidak mengenal waktu.
Dari hasil peninjauan lapangan dan dialog dengan warga, Gubernur menyimpulkan adanya ketidaksesuaian antara informasi yang diterima pemerintah pusat dengan kondisi faktual di lapangan. Ia menegaskan bahwa keberadaan Bank Tanah sejatinya memiliki tujuan baik, yakni mengamankan tanah negara bekas Hak Guna Usaha (HGU) agar tidak dikuasai secara sepihak oleh oknum pejabat maupun pengusaha besar.
“Bank Tanah itu lahir untuk melindungi tanah negara agar tidak jatuh ke tangan spekulan. Tanah bekas HGU yang tidak diolah dan tidak dikuasai masyarakat memang seharusnya dikelola negara. Tetapi jika di lapangan tanah tersebut telah digarap puluhan tahun, terdapat kebun, rumah, kandang, dan menjadi ruang hidup masyarakat secara turun-temurun, maka itu wajib dihormati,” tegasnya.

Ia mencontohkan praktik pengakuan padang penggembalaan dan lahan kolektif masyarakat adat di wilayah lain di Sulawesi Tengah yang selama ini dilindungi negara. Menurutnya, prinsip hukum agraria tidak boleh mengabaikan fakta penguasaan dan pemanfaatan tanah oleh rakyat dalam jangka panjang.

Gubernur Anwar Hafid juga mengajak masyarakat untuk tetap bersatu dan memperjuangkan hak secara tertib dan bermartabat. Ia dengan tegas meminta warga tidak melakukan tindakan anarkis atau perusakan, sembari memastikan pemerintah daerah bersama aparat keamanan akan menjaga situasi tetap kondusif.
“Rakyat tetap tenang, jangan anarkis. Tetap berkebun seperti biasa, jangan diganggu. Negara hadir dan kami yang akan mengurus ini. Percayakan kepada kami,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gubernur menegaskan akan berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sulawesi Tengah serta menyampaikan langsung kondisi tersebut kepada Presiden Republik Indonesia. Ia menyatakan keyakinannya bahwa pemerintah pusat memiliki keberpihakan yang kuat kepada rakyat kecil.
“Saya berani berdiri di sini karena saya tahu Presiden berpihak kepada rakyat. Jika beliau melihat langsung kondisi ini, saya yakin beliau akan tergerak. Dan itulah yang akan saya sampaikan,” kata Gubernur.
Sementara itu, Ketua Harian Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande, menegaskan bahwa kehadiran Gubernur bersama Satgas PKA merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam mencegah eskalasi konflik serta melindungi hak-hak petani.
Ia menyatakan Satgas PKA meminta agar seluruh aktivitas pematokan lahan dan tindakan intimidasi di lapangan dihentikan sementara, hingga proses pendataan subjek dan objek lahan diselesaikan secara menyeluruh dan adil. Satgas PKA, lanjut Eva, akan terus mengawal pendampingan hukum dan administrasi agar hak-hak masyarakat Lore Bersaudara dapat dipulihkan sepenuhnya sesuai prinsip keadilan agraria. *
Sumber: Biro AdPim Pemprov Sulteng












