Parigi Moutong, VoxNusantara,- Suara mesin excavator terus bergemuruh di perbukitan Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat. Di tengah aktivitas tambang emas ilegal yang semakin masif ini, aparat penegak hukum tampak diam seribu bahasa.
Kayuboko kini jadi halaman depan dari masalah lama yang terus dibiarkan. Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) bukan hanya berlangsung, tapi berkembang pesat dengan alat berat dan koordinasi yang rapi. Semuanya berlangsung di hadapan aparat dan pemerintah, dalam jarak tak lebih dari 20 kilometer dari Mapolres Parigi Moutong.
Sorotan publik kembali tertuju ke wilayah ini setelah aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kayuboko mencuat ke permukaan. Informasi yang diperoleh media ini menyebutkan, aktivitas tambang dilakukan secara terang-terangan menggunakan alat berat, tanpa rasa takut sedikit pun dari penertiban.
“Entah kenapa bisa masuk di area itu, sangat berani,” ujar seorang warga setempat yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkap kegelisahan yang diamini warga lainnya. Mereka mempertanyakan kehadiran dan sikap aparat, yang dinilai justru absen di tengah maraknya perusakan lingkungan.
Kapolres Parimo AKBP Jovan Reagen Sumual, S.H., S.I.K., M.H saat dihubungi via pesan WhatsAppnya meminta agar menghubungi kasat Reskrim
“Terima Kasih infonya, biar lebih teknis bs ke kst reskrim”, balas Kapolres.
Saat media ini mencoba menghubungi Kasat Reskrim Polres Parimo, IPTU Agus Salim, S.H., M.A.P., ke nomor WhatsAppnya..0813-545xxxx pada Jumat (11/4/2025), pesan WhatsApp kami tak mendapat respons. Tidak ada keterangan, tak ada konfirmasi, terlihat hening.
Sementara itu, Kepala Bidang Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Parimo, Muh Idrus, menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada satu pun Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang dikeluarkan untuk wilayah Kayuboko.
“Untuk saat ini, belum ada izin yang keluar. Artinya, jika ada aktivitas penambangan emas yang berlangsung di sana, maka itu masih termasuk dalam kategori ilegal,” tegas Idrus, Rabu (30/3/2025).
Ia juga menambahkan bahwa aktivitas ilegal tersebut berisiko besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. Dari pencemaran sungai, kerusakan hutan, hingga potensi konflik horizontal di antara warga, semua jadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
DLH Parimo mengaku telah menerima laporan dan berencana menindaklanjuti dengan koordinasi bersama pengurus koperasi, untuk memastikan apakah lokasi tambang ilegal itu berada di wilayah yang pernah diusulkan untuk legalisasi. Namun sejauh ini, proses legalisasi tersebut belum menunjukkan hasil konkret.
“Insya Allah setelah Lebaran, tim dari Provinsi Sulteng akan turun ke lapangan untuk verifikasi langsung. Kami sangat berharap dari kegiatan itu ada langkah konkret yang bisa diambil bersama demi penertiban aktivitas tambang ilegal yang ada,” kata Idrus.
Ironisnya, tambang emas ilegal yang dikelola oleh pemain-pemain besar ini justru berjalan lancar di depan mata publik dan aparat. Di balik deru mesin dan kilauan emas, tersimpan kegelisahan mendalam warga yang tak berdaya menghadapi kekuatan modal dan pembiaran oleh otoritas.
Limbah berbahaya seperti merkuri, yang lazim digunakan dalam proses pemurnian emas berisiko mencemari lingkungan dan kesehatan warga sekitar. Namun alih-alih mendapat perlindungan, masyarakat justru dibungkam oleh ketakutan dan ketidakpastian hukum.
Desa Kayuboko pernah diajukan sebagai bagian dari skema legalisasi tambang rakyat berbasis koperasi. Namun alur legalisasi itu seolah berjalan di tempat, membuka celah bagi para penambang liar merajalela di bawah bayang-bayang kekosongan regulasi. *
