[adrotate group="1"]

Pengelolaan Tambang Gunakan Sianida dan Arogannya Aparat

  • Bagikan

Buol, VoxNusantara – Menjamurnya aktifitas pengolahan emas ilegal, dengan menggunakan sistem tong, patut mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Buol serta penegak hukum di sana.

Terlebih pengolahan emas sistem tong, menggunakan sianida, senyawa kimia yang sangat beracun dan dapat merusak lingkungan.

Kejadian bocornya bak penampung air limbah sianida, milik S pengolah emas sistem tong di Desa Hulubalang. Membuat sebagian warga panik dan cemas. Takut terkena limbah sianida yang sangat beracun.

Hal ini membuat beberapa media turun kelapangan untuk menginvestigasi guna mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan.

Adalah Jurnalis media Luwuk Times, Jarrak Pos dan Voxnusantara, pada Minggu (10/11/2024) berangkat ke Paleleh dan Paleleh Barat.

Dua lokasi pengolahan emas sistem tong yang letaknya di Poros Jalan Buol – Paleleh kami kunjungi.

Kami disambut hangat dan ramah oleh penanggung jawab lapangan (mandor).
Kami pun memperkenalkan diri dengan identitas sebagai wartawan. Tanya jawab sempat berlangsung 5 – 7 menit dalam suasana santai. Sang mandor tidak menampik kegiatan pengolahan emas menggunakan sianida.

“Benar disini pengolahan emas menggunakan sianida. Tetapi air limbahnya kami perhatikan agar tidak bocor hingga bisa merusak lingkungan”, ujar sang mandor.

Disinggung dari mana sianida didapat?
Kalau itu bos yang tahu karena kami hanya pelaksana di lapangan, terang si mandor.

Usai mendapat penjelasan dari lapangan, Luwuk Times bersama dua rekan wartawan menemui Dg Herman pemilik pengolahan emas sistem tong, di kediamannya Kompleks Pertokoan Paleleh.

Bertemu Dg Herman kami menyampaikan salam dan meminta waktunya untuk konfirmasi terkait pengolahan emas. Salam kami dijawab Dg Herman dengan pertanyaan.

“Apakah bapak-bapak dari Polda”

Spontan Luwuk Times menjawab, bukan. Kami dan rekan dari media. Sempat hening beberapa menit karena Dg Herman terlihat sibuk menelpon.

Belum sempat kami bertanya jawab dengan Dg Herman. Tiba-tiba kami dikejutkan dengan kehadiran 3 orang yang langsung menghardik Wartawan yang sedang menjalankan tugas profesinya.

Dengan nada tinggi mereka menghardik Wartawan.

“Dari mana kamu? Naik, naik ke mobil patroli. Tidak perlu penjelasan di sini. Naik ikut ke mobil patroli ikut ke kantor”, kata salah satu personil yang bernama belakangan kami ketahui bernama Aipda Cinen.

Mana mobil kamu, ada surat-surat tidak? Hardik petugas Polsek Paleleh kepada kami.
Kami pun menjelaskan sembari menunjukkan identitas masing-masing.

Bukannya memahami dengan tugas dan fungsi wartawan, justru Aipda Cinen makin arogansinya, menghardik dan membentak-bentak Johanes Clemens Wartawan media Voxnusantara, anggota PWI Sulteng.

Sebagai wartawan yang tengah menjalankan tugas profesi, kami dipaksa oleh Kapolsek dan anggotanya untuk naik ke mobil patroli.
Kami berkeras untuk naik mobil sendiri menuju kantor Polsek yang jaraknya dari TKP sekitar setengah km.

Sikap arogan dan angkuh masih dilakukan ketika kami sampai di kantor Polsek.
Johanes masih dibentak-bentak saat memarkir kendaraan di depan kantor.

Perlakuan Aipda Cinen sangat kontras dengan salah satu anggota Polsek Paleleh yang menawarkan mobil di parkir dalam halaman kantor yang lebih luas dan dingin, pinta sang petugas kepada Luwuk Times.

Perlakuan Kapolsek dan Chinen jadi berubah manakala Johanes menghubungi Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulteng, Kompol Sugeng Lestari.

Hardikan dan tindakan kasar, seketika berubah lembut. Dengan dalih harus meminta keterangan karena adanya laporan masyarakat.

“Sebelum ini ada orang yang datang dan mengaku-ngaku sebagai wartawan dan meminta sumbangan”, ujar anggota Polsek Paleleh, Sembari mempersilakan wartawan untuk pulang.

Usai dari kantor Polsek, kami kembali menemui Dg Herman, guna menyambung tanya jawab yang terputus.

Kepada Luwuk Times, Herman terbuka mengakui usaha pengolahan emas miliknya tidak memiliki izin.

“Selembar kertas pun kami tidak punya izin” ungkap Dg Herman.

Asal Sianida

Disinggung soal Sianida? Dg Herman mengaku mendapatkan Sianida dari oknum Polisi. Kalau pun kami membeli di pasar bebas, kami tetap diminta fee.

Masih menurut Dg Herman, pengolahan emas dengan sistem tong yang Ia lakukan, materialnya bukan miliknya. Kehadirannya hanya sebagai penjual jasa alat.

“Jasa alatnya sekali kerja dibayar Rp. 2,5 – 3,5 juta” katanya.

Apa yang diutarakan Herman, soal Sianida diamini MB salah seorang pengolah yang mengaku telah mengantongi izin.

“Kalau soal sianida jujur kami mendapatkan dari oknum polisi. Dan hampir semua warga di sini tahu kalau penyalur sianida adalah oknum polisi”, jelas MB.

Beberapa tokoh masyarakat di Paleleh berharap Polda Sulteng dapat turun ke lapangan untuk menertibkan maraknya peredaran sianida di tambang ilegal Paleleh dan Paleleh Barat.

Penggunaan Sianida

Sistem pengolahan emas dengan sistem tong yang efisien, murah dan pemurnian yang efektif, ternyata menggoda hasrat pengusaha dan penambang untuk “bermain emas” di Kecamatan Paleleh dan Paleleh Barat, Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Hari ini, pengolahan emas ilegal (tidak memiliki izin) dengan sistem tong di Paleleh dan Paleleh Barat, tumbuh subur, bagai jamur di musim hujan di wilayah ini

Pengolahan emas dengan sistem tong, memungkinkan pemisahan yang efisien, antara emas dengan material lain, seperti logam dan batuan. Proses mendapatkan biji emas pada sistem tong dilakukan lewat pengolahan bebatuan yang mengandung emas dengan sianida.

Sianida, merupakan senyawa kimia yang sangat beracun dapat mematikan manusia. Bagi lingkungan Sianida berbahaya karena akan menjadi racun bagi mikroorganisme.
Di banyak negara penggunaan sianida untuk pengolahan emas dilarang.

Hasil pantauan di lapangan, serta konfirmasi dengan beberapa pengusaha, penambang dan tokoh masyarakat di Desa Hulubalang, Kecamatan Paleleh Barat, sedikitnya ada 7 pengolah emas dengan sistem tong, dengan inisial S, A, Dg I, L, Dg N, I, C M. Sementara di Desa Lintidu, Kecamatan Paleleh ada 4 pengolah dengan inisial C, MB, Dg H, C O. *


  • Bagikan