“Hal ini dikarenakan PT SPM dan PT SW selaku pemegang hak prioritas, belum diberikan ganti kerugian, sesuai Pasal 18 jo Pasal 24 PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum,“ paparnya.
Faktanya, di atas tanah perseroan seluas 55,3 hektare yang diserahkan secara sepihak oleh Kakanwil BPN Sulteng Doni Janarto Widiantono kepada Walikota Palu H. Hadianto Rasyid, telah dilaksanakan pembangunan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI dengan biaya pinjaman dari Bank Dunia (World Bank).
“Karena itu Kakanwil BPN Sulteng dan Walikota Palu diduga telah melakukan penyalahgunaan kewenangan/jabatan yang merugikan perseroan maupun berpotensi merugikan keuangan negara, karena pembayaran pinjaman dan Bank Dunia tersebut nantinya akan dibebankan dari APBN,“ jelas Salmin Hedar.
Dia menduga Kakanwil BPN Sulteng dan Walikota Palu tidak memberikan informasi kepada Bank Dunia terkait adanya kesepakatan sumbangan tanah seluas 30 hektare dari perseroan untuk Huntap II-Tondo Kota Palu melalui Kementerian ATR/BPN yang diwakilkan oleh Kakanwil BPN Sulteng.
“Walikota justeru memberikan jaminan kepada Bank Dunia bahwa status tanah Huntap II telah clean and clear, sehingga Bank Dunia tetap mengalirkan biaya pinjaman untuk pembangunan Huntap. Hal tersebut jelas bertentangan dengan aturan pemberian pinjaman dari Bank Dunia yang mensyaratkan status tanah haruslah clean and clear, sebagaimana diatur dalam Enviromental and Social Standar 5 (ESS5),“ serunya.
Karena itu kata Salmin, pelaksanaan pembangunan Huntap II Tondo yang didasarkan pada tindakan keliru dari Walikota Palu tersebut, senyatanya telah berimbas pada terjadinya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Kementerian PUPR RI selaku instansi yang bertanggungjawab atas realisasi pembangunan Huntap dan para kontraktor pelaksana pembangunan.
“Tindakan-tindakan yang tidak didasarkan pada kepatuhan hukum tersebut, jelas akan merugikan para penyintas korban bencana alam selaku penerima Huntap, mengingat tidak adanya kepastian hukum terhadap alas hak/bukti kepemilikan atas tanah Huntap tersebut, sehingga berpotensi digugat oleh PT. SPM dan PT SW sebagaimana Surat Menteri ATR/BPN RI yang ditujukan kepada Menteri PUPR RI tertanggal 31 Maret 2022,“ tegas Salmin.
“Sebenarnya kami tidak keberatan dibangunnya Huntap. Bahkan kita sudah menyumbangkan kepada pemerintah,“ pungkasnya.
Dikonfirmasi kepada Walikota Palu, H. Hadianto Rasyid, di kediamannya, menegaskan, bahwa HGB yang diklaim oleh PT. SPM dan PT. SW itu sudah berakhir. Oleh karena itu, lahan HGB tersebut kembali menjadi hak dan milik pemerintah.
“Kalau misalnya pihak perusahaan ini keberatan silakan lapor ke polisi,“ ucap Hadianto Rasyid.***(ari)