[adrotate group="1"]

Pelaku Pencurian Dimaafkan: Kejati Sulteng Ambil Langkah Restoratif Justice

  • Bagikan

Palu,- Senin (23/9- 2024) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah mengadakan ekspose mengenai penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Dipimpin oleh Dr. Bambang Hariyanto dan Zullikar Tanjung, SH, MH, acara ini menyoroti tiga kasus pencurian yang melibatkan tersangka Didit alias Didi, Saiful Rizal alias Ipul, dan Herman bin Ladama.

Ekspose ini berlangsung secara virtual, dihadiri oleh pejabat dari Kejaksaan Agung RI serta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Dalam acara tersebut, para jaksa membahas pentingnya keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus-kasus yang berhubungan dengan kejahatan ringan.

Kasus yang dibahas berawal dari tindakan Didit yang memasuki rumah Rini Darmastuti dengan pintu sedikit terbuka. Dalam keadaan terdesak, Didit mengambil sebuah handphone dan laptop. Ia menjual handphone tersebut kepada Herman dan menggadaikan laptop kepada Saiful Rizal alias Ipul, semua demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Rini, sebagai korban, memilih untuk memaafkan Didit. Keputusan ini tidak hanya menunjukkan ketulusan hatinya, tetapi juga mencerminkan kondisi ekonomi yang membuat Didit terpaksa melakukan pencurian. Kesadaran akan situasi sulit yang dihadapi pelaku menjadi landasan untuk mendorong proses penyelesaian yang lebih manusiawi.

Ketiga tersangka saling terkait dalam kasus ini, di mana tindakan mereka didorong oleh rasa empati dan keinginan untuk membantu. Herman dan Saiful tidak mengetahui bahwa barang yang mereka terima berasal dari tindak pidana. Ini menunjukkan bagaimana faktor sosial dapat mempengaruhi tindakan individu dalam situasi sulit.

Proses penghentian penuntutan terjadi setelah semua pihak sepakat untuk berdamai. Korban memaafkan pelaku, dan Didit berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya. Hal ini menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara pelaku dan korban, yang menjadi inti dari keadilan restoratif.

Dengan demikian, penyelesaian kasus ini tidak lagi melibatkan proses pengadilan formal. Sebagai gantinya, kedua belah pihak memilih untuk menyelesaikan masalah secara damai, mencerminkan prinsip keadilan yang lebih substansial.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini merupakan bagian dari program Jaksa Agung yang bertujuan menciptakan keadilan substansif tanpa harus melalui proses persidangan. Ini menunjukkan pendekatan yang lebih manusiawi dalam sistem hukum, terutama dalam kasus-kasus ringan.

Seluruh syarat untuk penghentian penuntutan, sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan RI nomor 15 tahun 2020, telah terpenuhi. Dengan dukungan Jaksa Agung Muda Pidana Umum, keputusan ini menegaskan komitmen untuk mencapai keadilan yang lebih inklusif dan restoratif.*

  • Bagikan