Untuk menangani permasalahan tersebut, Wakajati menyampaikan bahwa Kejaksaan sebagai Jaksa Pengacara Negara dapat mengambil berbagai pendekatan, termasuk negosiasi, mediasi, dan tindakan hukum lainnya. Selain itu, inventarisasi dan sertifikasi aset daerah juga harus dilakukan untuk memastikan asal-usul kepemilikan dan dokumen yang jelas. Kerjasama dengan badan aset daerah dan kantor pertanahan juga dianggap sebagai salah satu solusi untuk percepatan sertifikasi aset.
Wakajati juga menekankan pentingnya mengoptimalkan BMD untuk memberikan imbal balik kepada pemerintah daerah dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD). Pola-pola pemanfaatan aset, seperti sewa, pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan harus dieksplorasi dengan akuntabilitas yang tinggi untuk memastikan pendapatan daerah meningkat.
Kegiatan sosialisasi ditutup dengan diskusi panel yang melibatkan koordinator Datun Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Banu Laksamana, S.H., LL.M., sebagai perwakilan APH pada Kejati Sulteng. Diskusi tersebut diharapkan dapat memberikan wawasan lebih mendalam mengenai penanganan aset Barang Milik Daerah yang bermasalah dan upaya pencegahan korupsi di tingkat daerah.
Dengan keseriusan dan kerjasama dari semua pihak terkait, diharapkan pengelolaan BMD di Provinsi Sulawesi Tengah dapat semakin baik dan transparan, serta memberikan manfaat yang optimal bagi pemerintah daerah dan masyarakat.***(ycn)