[adrotate group="1"]

NCW Minta KPK, Kejaksaan dan Polri Usut Perusahaan PT. Ana

  • Bagikan
Perkebunan sawit/IST.

Palu,voxnusantara.com– Korda LSM Nusantara Corruption Watch (NCW) Anwar Hakim SH meminta kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Polri untuk mengusut Perusahaaan PT. Ana, terkait dugaan adanya kerugian Keuangan Negara dan melakukan perampasan hak-hak masyarakat.

Dimana, kata Anwar Hakim, berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU_ /2015, UUPA Nomor: 5 Th. 1960, UU Nomor : 17 th.2003 dan PP.Nomor : 40 th 1996, adalah Perusahaan PT. Ana beraktivitas diatas tanah negara lebih kurang 7.200 Ha di Morowali Utara (Morut) Sulawesi Tengah (Sulteng) yang sudah memiliki atas hak.

“Dimana keberadaan perusahaan tersebut selama ini meresahkan masyarakat luas, terkhusus di 5 desa antara lain, desa Tompira, desa Bunta, desa Bungintimbe, desa Toawra dan Molino,” ujarnya Anwar Hakim melalui rilis yang diterima media ini.

Sehingga, Ia meminta kepada 5 Kepala Desa di lingkar sawit kecamatan Petasia Timur kabupaten Morut untuk segera melaporkan PT. Ana kepada KPK dan Kejagung dengan mengacu kepada UU nomor 17 th. 2003 dan PP Nomor 40 th 1996, oleh karena PT. ANA diduga telah merugikan keuangan negara dan merugikan masyarakat.

“Bahwa dasar pertimbangannya adalah Putusan MK nomor 138/2015, dimana perusahaan tersebut beroperasi selama kurang lebih 20 th, telah mengambil keuntungan diatas hak tanah negara dan tanah masyarakat, dan tidak dilindungi konstitusi,” jelasnya.

Bahkan, lanjutnya, perusahaan perkebunan yang berskala besar dan luas lahan lebih kurang 7.200 Ha, atas pengelolaan tersebut berspekulasi hanya menggantongi Izin Lokasi (Inlok) dan IUP th.2006.

Dengan demikian, katanya, NCW berharap kepada 5 Kades tersebut sesegera mungkin kiranya melaporkan ke aparat penegak hukum, termasuk kepada KPK dan BPK dan menolak rencana pengajuan HGU kepada Kementrian ATR/BPN.

“Bahwa hal-hal tersebut yang kami ingatkan dan sampaikan kepada para Kades, mengingat akhir-akhir ini masyarakat di lingkar sawit berpotensi akan melahirkan konflik, dan dapat bermuara perbuatan main hakim sendiri,” ungkapnya.

“SK Inlok sangat syarat dengan aroma KKN dengan dihubungkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi RI No 138 THN 2015. Bahwa begitu ironis sudah hampir dua puluh tahun perkebunan PT. Ana, dan sudah berproduksi, barulah tahun 2021 Pemda keluarkan Inlok.

Oleh karena itu, menjadi sebuah pertanyaan besar bahwa kenapa nanti tahun 2021, barulah diupayakan ada ijin lokasi perkebunan PT. Ana tersebut. Bahwa padahal perusahaan tersebut sejak tahun 2006 beroperasi dan sudah produksi,” urainya.

Selanjutnya, kata Dia, PT. Ana hari ini bukan perusahaan negara dan tidak punya HGU. Yang mana, hasil investigasi NCW di Morut, diduga ada Kepala Desa baik secara langsung maupun tidak, menjual tanah negara ke perusahaan tersebut.

“Bahwa data dan fakta untuk itu maka pengajuan BPHTB ke Notaris pada saat tanah negara dan tanah hak milik masyarakat di konversi ke HGB sebagaimana LHP Inspektorat Morut th 2021.

Bahwa ada tiga desa yang sudah terdapat alas HGB PT. Sei, yakni Tanaoge, Bunta dan Bungin Timbe dengan luas lahan kurang lebih tiga ratus Ha dan diperkirakan 150 juta satu Ha pada saat itu,” katanya.

Olehnya, bahwa secara hukum administrasi, hukum Pertanahan berdasarkan Perment ATR/BPN No 5 THN 2015, bahwa Pemda Morut yang mengeluarkan Inlok kepada PT. Ana dengan mengacun kepada Permen 18 Tahun 2001 adalah tetap tidak bisa menjadi tolak ukur untuk mendapatkan HGU sebagaimana yg ditegaskan pasal 5 Permen ATR/BPN Tahun 2015 yangg nota bene sangat tegas dan jelas bahwa PT. Ana tidak melaksanakan hak dan kewajibannya.***

Editor: Yohanes Clemens
  • Bagikan