Berita  

Langkah Restorative Justice Kejati Sulteng: Pasutri Pelaku Penganiayaan Damai dengan Korban

Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Zullikar Tanjung, Pimpin langsung ekspose keadilan restoratif didampingi Kajari Sigi

Palu, VoxNusantara,- Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah kembali memperlihatkan komitmen kuat terhadap penegakan hukum yang berkeadilan dan berorientasi pada kemanusiaan. Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Zullikar Tanjung, S.H., M.H, memimpin langsung ekspose penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif (restorative justice). Ekspose ini dilakukan secara virtual bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan turut dihadiri Kajari Sigi serta Aspidum Kejati Sulteng, Rabu (9/7/2025).

Perkara yang diusulkan untuk dihentikan penuntutannya berasal dari Kejaksaan Negeri Sigi, dengan tersangka pasangan suami istri, Mohamad Zakir alias Papa Ainun dan Dita Auditya alias Dita. Keduanya diduga melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap tetangganya, Veni Oktaviani alias Mama Kirana, seorang bidan yang tinggal di lingkungan yang sama di Desa Soulowe, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi.

Kejadian ini terjadi pada malam hari, 22 Maret 2025. Bermula dari laporan anak Dita yang merasa ibunya diejek oleh korban dan teman-temannya saat melintas di lapangan sepak bola. Merasa dilecehkan, Dita dan suaminya kemudian menunggu korban di depan rumah dan melakukan kekerasan fisik yang menyebabkan luka memar dan lecet pada tubuh korban.

Namun, proses hukum tak melulu berakhir di balik jeruji. Dalam semangat penegakan hukum yang humanis, Jaksa Penuntut Umum Kejari Sigi mengambil langkah proaktif dengan mengupayakan mediasi antara korban dan pelaku dalam suasana musyawarah dan kekeluargaan. Pendekatan ini berujung pada pengajuan permohonan penghentian penuntutan yang kemudian disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Pertimbangan utama dalam keputusan ini mencakup:

  • Kedua tersangka belum pernah terlibat dalam tindak pidana sebelumnya
  • Menunjukkan penyesalan yang tulus atas perbuatannya
  • Memiliki tanggungan keluarga dengan tiga anak yang masih sekolah
  • Korban tidak mengalami luka permanen
  • Para tersangka telah meminta maaf dan dimaafkan secara sukarela oleh korban
  • Biaya pengobatan ditanggung BPJS, serta kerugian materil telah dipulihkan
  • Dukungan dari masyarakat sekitar yang menghendaki penyelesaian damai

Langkah ini menjadi cerminan bahwa hukum tidak harus selalu berujung pada pemidanaan. Keadilan sejati juga memberi ruang bagi penyelesaian yang bermartabat, edukatif, dan menyembuhkan. Kejati Sulawesi Tengah membuktikan bahwa keadilan restoratif bukan sekadar wacana, tetapi sudah menjadi bagian nyata dari praktik hukum modern yang berpihak pada kemanusiaan.

Dalam konteks masyarakat yang majemuk dan dinamis, pendekatan seperti ini adalah jalan tengah yang bijak—mengobati luka sosial tanpa memperpanjang konflik, serta membangun kesadaran kolektif akan pentingnya tanggung jawab, maaf, dan damai dalam kehidupan bermasyarakat. *

Sumber: Humas Kejati Sulteng