Palu, VoxNusantara,- Jurnalis media daring Beritamorut.id, Heandly Mangkali, SKM, secara resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Palu melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Shane & Co.
Langkah ini diambil sebagai bentuk keberatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Siber Polda Sulawesi Tengah yang dinilai tidak sah secara hukum dan menyalahi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Permohonan tersebut diajukan oleh empat kuasa hukum: Dr. Mardiman Sane, SH., MH; Dr. Muslimin Budiman, SH., MH; Purnawadi Otoluwa, SH., MH; dan Abd. Aan Achbar, SH, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 3 Mei 2025 dan didaftarkan secara resmi pada 6 Mei 2025. Dalam pengajuan itu, Heandly memilih domisili hukum di Kantor Shane & Co., Jalan Merpati IIA No. 25, Kota Palu.
Status Tersangka Dinilai Cacat Prosedur
Permohonan ini ditujukan kepada Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah cq. Direktorat Reserse Siber sebagai termohon. Kuasa hukum mempersoalkan tindakan penyidikan dan penetapan status tersangka terhadap Heandly, yang dianggap melanggar hukum acara pidana dan tidak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Heandly Mangkali, yang berdomisili di Jl. Towua II No. 41 B, Palu Selatan, ditetapkan sebagai tersangka setelah menerbitkan dan membagikan sebuah berita berjudul “Istri Bos di Morut, Main Kuda-kudaan dengan Bawahan” di media daringnya serta akun media sosial pribadinya pada 16 November 2024.
Pemanggilan pertama dari Polda Sulteng diterima pada 28 Desember 2024 untuk pemeriksaan pada 30 Desember. Setelah menjalani proses itu, ia kembali dipanggil dan diperiksa sebagai saksi selama lima hari pada Maret 2025. Puncaknya, pada 26 April 2025, Heandly menerima surat penetapan tersangka secara langsung dari penyidik dalam sebuah pertemuan di warung kopi, disertai SPDP tertanggal 18 Februari 2025.
Ia dikenakan Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, dengan ancaman maksimal dua tahun penjara dan/atau denda Rp400 juta.
Dasar Keberatan dan Tuntutan Hukum
Tim kuasa hukum menyebut proses penetapan tersebut cacat hukum karena:
- Tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP;
- Bertentangan dengan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019;
- Melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa delik pencemaran nama baik hanya berlaku untuk individu, bukan institusi atau kelompok.
Heandly disebut hanya menjalankan tugas jurnalistiknya. Penetapan status tersangka terhadapnya dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kerja pers yang merusak prinsip kebebasan berekspresi dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Melalui praperadilan ini, Heandly meminta agar:
- Pengadilan menyatakan semua tindakan penyidikan dan penetapan tersangka tidak sah;
- Semua surat-surat penyidikan dinyatakan batal;
- Ia dibebaskan dari segala tuduhan;
- Kepolisian dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp100 juta secara tunai.
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen aparat penegak hukum terhadap perlindungan kebebasan pers, terutama dalam konteks penerapan Undang-Undang ITE yang selama ini kerap menuai sorotan.*
