Hukum  

Ketika Hukum Bertemu Nurani: Cerita Damai di Balik Peristiwa Kecelakaan

Palu, VoxNusantara,- Dalam semangat penegakan hukum yang berkeadilan dan humanis, Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Zullikar Tanjung, S.H., M.H., didampingi Aspidum Fithrah, S.H., M.H., memimpin langsung ekspose perkara permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap tersangka Berkat Valentino Dombo, seorang pemuda 19 tahun asal Desa Tomata, Morowali Utara.

Kasus ini menyentuh sisi kemanusiaan yang mendalam. Berkat adalah seorang yatim piatu yang sejak kecil diasuh oleh kakek dan neneknya, sekaligus menjadi tulang punggung keluarga dalam usia yang masih belia.

Dalam kondisi cuaca ekstrem dan minim penerangan, ia terlibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan meninggalnya seorang warga bernama Rahmat Saleh.

Namun, di tengah duka yang menyelimuti kedua belah pihak, harapan tetap tumbuh. Kejaksaan Negeri Morowali Utara mengedepankan pendekatan restoratif, dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menegaskan bahwa hukum tidak selalu soal pembalasan, tetapi juga tentang pemulihan.

Apalagi, antara korban dan pelaku masih memiliki hubungan kekerabatan, sehingga pemulihan sosial dianggap lebih tepat dibanding penghukuman pidana.

Melalui keadilan restoratif, penegakan hukum diarahkan bukan untuk menghukum semata, tetapi untuk menyembuhkan luka sosial dan mencegah munculnya luka baru. Pendekatan ini mendapat sambutan positif dari masyarakat yang melihat penyelesaian damai sebagai jalan terbaik.

Adapun alasan penghentian penuntutan perkara tersebut antara lain:

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana,
  • Telah terjadi kesepakatan damai secara tertulis antara keluarga korban dan tersangka,
  • Keluarga korban telah menerima permintaan maaf dan menyarankan penyelesaian secara kekeluargaan,
  • Tersangka menunjukkan itikad baik, termasuk memberikan santunan dan langsung menyerahkan diri ke kepolisian,
  • Tersangka dan korban memiliki hubungan kekerabatan hingga derajat ke-8,
  • Respon masyarakat sangat positif terhadap penyelesaian secara damai dan restoratif.

Seluruh dasar pertimbangan ini sejalan dengan ketentuan Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum No. 01/E/EJP/02/2022, yang memberi ruang penyelesaian perkara secara restoratif, khususnya dalam kasus kelalaian yang berakibat fatal namun tidak dilandasi niat jahat.

Ekspose ini menjadi bukti nyata bahwa Kejaksaan tidak hanya hadir sebagai tangan hukum, melainkan juga sebagai wajah negara yang penuh welas asih. Sebuah refleksi bahwa keadilan sejati tak hanya berbicara tentang pasal, tetapi juga tentang hati nurani.*

Sumber: Humas Kejati Sulteng