[adrotate group="1"]

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ajak Bank Milik Negara Untuk Berkolaborasi 

  • Bagikan

Jakarta,voxnusantara.com– Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyampaikan inovasi yang digagasnya yakni, kolaborasi intelijen Kejaksaan dalam langkah pencegahan fraud pada bank milik negara menuju terwujudnya good corporate governance. 

Hal itu dikatakannya, Kamis (16/9) saat mengadakan Forum Koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yaitu PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Bank Negara Indonesia (BNI), PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan PT. Bank Tabungan Negara (BTN), yang bertempat di Press Room Kejagung Kebayoran Jakarta Selatan, yang juga dihadiri dan dibuka secara langsung oleh Jaksa Agung Muda Intelijen Dr. Sunarta.


Leonard menyampaikan, bank sebagai lembaga keuangan melakukan dua kegiatan pokok, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. 

foto: Humas Kejagung

“Maka sebagai tempat perputaran uang, bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan, baik oleh pihak bank sendiri, maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatannya. Penyalahgunaan kewenangan inilah yang disebut dengan istilah Fraud,” jelasnya.


Lebih lanjut kata dia, dalam peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Penerapan Strategi Anti-fraud bagi bank umum, disebutkan bahwa fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank, sehingga mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.


“Dalam bisnis perbankan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) menjadi salah satu fokus utama yang paling dijaga. OJK sebagai regulator dan pengawas lembaga keuangan termasuk bank-pun telah melakukan evaluasi sekaligus memperketat aturan di perbankan agar ruang terjadinya fraud semakin sempit,” ungkapnya.

foto: Humas Kejagung


Selanjutnya, kata Leonard, pengaturan mengenai pencegahan fraud di industri perbankan telah berlaku sejak tahun 2011, dan terakhir disempurnakan pada POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud. Melalui POJK 39/2019 tersebut, katanya, regulator mewajibkan bank untuk untuk menyusun dan menerapkan strategi anti-fraud secara efektif. 

Penyusunan dan penerapan strategi anti-fraud, lanjutnya, paling sedikit memuat 4 pilar, yaitu: 1) Pencegahan; 2) Deteksi; 3) Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi; dan 4) Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut. Meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan, katanya, secara ketat dan terukur dalam penanganan anti-Fraud, baik oleh Bank maupun OJK, kasus fraud masih saja terjadi.


“Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di bank milik negara, karena berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan negara. Langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan penguatan nya,” jelasnya.

Dan tentu, kata dia, hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak. Terkait fungsi dari bidang intelijen Kejaksaan RI yaitu, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan melalui fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan terkait seluruh bidang Ipoleksosbudhankam, dimana salah satunya di bidang ekonomi dan keuangan, bahwa Perbankan tidak lepas dari kasus pidana, korupsi, dan gugatan, oleh karena itu salah satu fungsi intelijen adalah pencegahan, maka strategi pencegahan menjadi hal utama di bidang intelijen guna penyelamatan keuangan negara dan aset serta pemulihan ekonomi nasional.


“Dan hal ini sejalan dengan dengan kebijakan Bapak Jaksa Agung RI, yaitu 7 Program Prioritas Kejaksaan RI Tahun 2021 pada poin (1) Pendampingan dan Pengamanan Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Nasional, dan poin (6) Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Yang Berkualitas Dan Berorientasi Penyelamatan Keuangan Negara, dan hal ini sejalan pula dengan 7 Perintah Harian Jaksa Agung RI Tahun 2021, yaitu poin (1) Dukung Penuh Kebijakan Pemerintah Dalam Penanggulangan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, serta poin (3) Menciptakan Karya-Karya Yang Inovatif Dan Terintegrasi Yang Dapat Meningkatkan Pelayanan Publik,” cetusnya.


Leonard menambahkan, hingga saat ini masih belum optimalnya kepastian perlindungan bank kepada nasabah dan belum adanya sistem informasi tentang sistem deteksi dini (early warning system), serta diperlukan pemahaman yang sama antar Aparat Penegak Hukum dengan pihak Perbankan (khususnya Bank Milik Negara) mengenai strategi pencegahan fraud di Perbankan.


Melihat kondisi awal tersebut, tentu perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara Aparat Penegak Hukum yaitu Kejaksaan Agung dengan Himbara (Perhimpunan Bank Milik Negara yang terdiri dari: Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN) dalam jangka pendek serta dapat menggandeng OJK jangka menengah, katanya.


“Diharapkan jangka panjang kolaborasi ini, akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), bank indonesia, kementerian keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dan stakeholder lainnya,” katanya.


Leonard menyampaikan bahwa tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini akan bermanfaat, antara lain: 1) memperkuat sistem Anti Fraud Bank Milik Negara khususnya dalam pilar pencegahan; 2) penguatan early warning system (sistem peringatan dini) yang lebih cepat, efektif, valid, dan komprehensif; dan 3) terciptanya Whole of Government (WoG) di antara para penegak hukum dalam rangka Pencegahan tindakan Fraud di Bank Milik Negara  yang holistik, akurat & sistematis dalam penyelamatan aset & kekayaan negara, serta mewujudkan Good Coporate Governance; dan pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi Bank dan Nasabah, serta zero fraud.


Selanjutnya beberapa tanggapan dari pihak Bank Milik Negara antara lain, Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Agus Dwi Handaya mengatakan kolaborasi ekosistem ekonomi dengan ekosistem Aparat Penegak Hukum menjadi momentum karena pihaknya sangat terbantu sekali sebab tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena fraud yang terjadi merupakan dampak dari ekosistem yang jika tidak kolaborasi akan sulit sekali ditangani, dan meminta adanya penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk memperkuat tindakan pencegahan.


Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Human Capital dan Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Bob Tyasika Ananta mengatakan inovasi yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, sangat bagus dan siap mendukung penuh untuk hal tersebut, dan pihaknya sangat terbantu dengan adanya ide tersebut serta meminta penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk dikembangkan ke area-area yang memungkinkan terjadinya fraud.


Kemudian Direktur Compliance and Legal PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Eko Waluyo menyampaikan ide yang disampaikan sangat bagus dan pihaknya merasa sangat antusias untuk mengimplementasikan ide tersebut karena berkaitan dengan masalah yang sering terjadi di perbankan serta perlu adanya pertukaran informasi yang komprehensif yang dapat diakses.


Sementara itu, Direktur Kepatuhan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan pihaknya mengapresiasi ide yang digagas oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, untuk berkolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum dalam rangka pencegahan fraud di perbankan, dan oleh karenanya perlu adanya pemetaan stakeholder yaitu reaktif dan proaktif serta mengubah cara pencegahan kejahatan digital tidak lagi menggunakan metode konvensional.***


Reporter/editor: RH/Yohanes

  • Bagikan