Hukum  

Kejati Sulteng Hentikan Empat Perkara Dengan Damai melalui Restoratif Justice

Palu, VoxNusantara,- Penegakan hukum yang berkeadilan kembali ditegaskan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah melalui pelaksanaan ekspose penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Plt. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Zullikar Tanjung, S.H., M.H., didampingi oleh para koordinator pada Kejati Sulteng.

Ekspose tersebut digelar secara virtual bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI beserta jajarannya, dan bertempat di Aula Vicon, Lantai 3, Kantor Kejati Sulteng.

Sebanyak empat perkara dari tiga satuan kerja diekspose dalam forum ini, terdiri atas dua perkara dari Kejaksaan Negeri Toli-Toli, satu perkara dari Kejaksaan Negeri Parigi Moutong, serta satu perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena.

Perkara pertama berasal dari Kejaksaan Negeri Toli-Toli, yang melibatkan tersangka Warni Hi Sakkir alias Cenning dan korban Ashari Sy. Salim alias Asyhary. Keduanya merupakan mantan pasangan suami istri yang tinggal di desa yang sama dan saling melaporkan atas dugaan penganiayaan yang terjadi saat konflik rumah tangga berlanjut meski telah bercerai.

Tersangka Warni diduga melakukan penganiayaan dengan menggunakan alat rumah tangga seperti stetoskop dan sapu lidi, sedangkan Ashari juga dilaporkan melakukan hal serupa terhadap mantan istrinya. Kedua pihak telah berdamai secara kekeluargaan, mengingat mereka masih memiliki anak yang sedang sakit dan menjadi tanggungan bersama.

Keharmonisan yang telah dipulihkan menjadi pertimbangan utama dalam penghentian penuntutan.

Perkara berikutnya berasal dari Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena, dengan tersangka Andri Viratno Mantindo alias Papa Deslan yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Monalisa Yuninsi alias Mama Mel.

Insiden ini berawal dari adu mulut yang berujung pada kekerasan fisik, di mana tersangka mengayunkan parang hingga mengenai tangan korban.

Namun, hubungan kekeluargaan antara suami korban yang merupakan saudara kandung istri tersangka, menjadi dasar tercapainya perdamaian. Seluruh syarat keadilan restoratif telah terpenuhi, dan harmoni sosial di lingkungan tempat tinggal mereka pun berhasil dipulihkan.

Sementara itu, Kejaksaan Negeri Parigi Moutong menyampaikan perkara dengan tersangka Akrim alias Akim, yang melakukan pencurian satu unit mesin pemotong rumput milik Kantor BPBD.

Peristiwa ini terjadi saat tersangka, yang merupakan pegawai honorer, datang ke kantor pada malam hari dan mengambil mesin yang dianggap tidak terpakai untuk digadaikan. Dengan ancaman pidana di bawah lima tahun, serta fakta bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan telah mencapai kesepakatan damai dengan korban, maka disimpulkan bahwa penghentian penuntutan melalui pendekatan keadilan restoratif layak diberikan.

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah kembali menegaskan bahwa pelaksanaan penghentian penuntutan bukan hanya menjadi bentuk pemulihan hak-hak korban, tetapi juga merupakan cerminan nilai kemanusiaan dalam penegakan hukum.*

Sumber: Humas Kejati Sulteng