“Saya melangkah itu memiliki dasar hukum tidak mungkin saya melangkah tanpa dasar hukum makanya saya tidak gentar dengan apapun karena saya berbuat ini untuk masyarakat dan saya tidak ada mencari untung untuk saya sendiri,” ulang Albertinus.
Dalam penutup, orang nomor satu di Kejari Tolitoli tersebut menjelaskan bahwa tindakan penghijauan yang dilakukannya di bantaran sungai merupakan bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Meski bukan tugas utamanya, Kajari Tolitoli merasa tergerak untuk berkontribusi dalam merawat lingkungan dan alam setempat.
Sebelumnya, dikutip dari media fokusrakyat.Net, ratusan warga dadakitan yang mengatas namakan Front Masyarakat Desa Dadakitan Bersatu (FORMAT) dusun malempa kecamatan baolan kembali genggelar aksi di depan kantor Kejaksaan Negeri Tolitoli dan di gedung DPR Tolitoli pada rabu (17/1).
Massa demonstran yang tergabung bersama sejumlah organisasimahasiswa yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tolitoli menuntut Kepala Kejaksaan Negeri Tolitoli untuk di copot.
“Copot Kajari….Copot Kajari…yang telah menodai hukum dengan memperlihatkan sebuah dugaan kriminalisasi hukum terhadap salah seorang warga penambang,”kata Legitha Aswardy selaku koordinator aksi.
Selain mahasiswa 2 lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang di kenal getol di kota cengkeh ikut mendampingi warga menyampaikan bentuk keprihatinan terhadap warga yang sudah berpuluh tahun menggantungkan hidupnya di sungai dengan mendulang emas demi membiayai pendidikan anak.
“Selain meminta keadilan hukum dari permasalahan yang ada di dusun malempa, hari ini saya menyampaikan nasib keberlangsungan hidup warga dusun malempa yang sudah berpuluh tahun menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan anak mereka hanya dengan mendulang emas di sungai tersebut,” tegasnya. (yohanes)