Buol,VoxNusantara.com- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Buol telah mengajukan permohonan Kasasi kepada Mahkamah Agung (MA), melalui Pengadilan Negeri Buol atas putusan Pengadilan Tinggi Palu nomor 130/Pid.Sus/PT PAL tanggal 24 Juli 2024 dalam perkara kades bokat yg sebelumnya dinyatakan bebas dalam putusan banding tersebut.
Kini permohonan kasasi tersebut telah diterima oleh kepaniteraan Pengadilan Negeri buol dengan nomor 21/03/Akta.Pid.Sus/2024 tanggal 1 agustus 2024.
M. Qasim Thalib selaku Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari buol mewakili JPU menyampaikan bahwa permohonan kasasi tersebut dilakukan setelah JPU mempelajari dan meneliti salinan putusan banding sebelumnya, untuk selanjutnya akan disusun poin – poin materi dalam memori kasasi yang akan diajukan.
“Perbedaan pendapat antara JPU dan hakim adalah hal yang lumrah, namun terkait perkara dimaksud, JPU menilai hakim Pengadilan Tinggi sama sekali tidak mempertimbangkan alat – alat bukti lain yang relevan yang diajukan JPU, sehingga dinilai putusan banding tersebut telah keliru atau salah dalam menerapkan hukum,” jelas Qasim.
Dimana, lanjut Qasim, di dalam putusan banding kami tidak melihat Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara banding dimaksud benar – benar menerapkan Pasal 25 UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual yang merupakan bentuk kekhususan/lex specialis dalam UU ini.
Maka dari itu, lanjutnya, pengajuan kasasi diajukan dengan harapan agar hakim MA yang memeriksa dan mengadili perkara dimaksud sesuai dengan hati nurani, sehingga masyarakat mendapatkan rasa keadilan.
Perlu kita ketahui, lanjutnya, fenomena tindakan asusila di Indonesia mayoritas dialami oleh perempuan yang ditempatkan dalam posisi rentan. Fenomena kekerasan atau tindakan asusila adalah seperti gunung es yang tampak terlihat dipermukaan, namun yang di dalam yang tak tampak senyatanya lebih besar.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya korban merasa malu untuk melapor, merupakan aib bagi korban dan keluarganya, adanya perasaan takut jika berproses hukum karena akan diketahui khalayak, adanya relasi kuasa antara pelaku dengan korban yakni relasi/hubungan yang bersifat hierarkis, ketidaksetaraan dan/atau ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan/pendidikan, dan/atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan pada satu pihak terhadap pihak lainnya sehingga merugikan pihak yang memiliki posisi lebih rendah.
Untuk itu perlu adanya pendampingan oleh stakeholder terkait utk mendampingi baik secara psikologis maupun sosial terhadap korban dari tindak pidana kekerasan seksual/asusila.
Penulis: Yohanes