[adrotate group="1"]

Dua Perkara Penganiayaan Selesai di RJ Kejati Sulteng

  • Bagikan
Keterangan Foto: Kajati Sulteng di dampingi As Pidum, saat mengikuti meeting zoom. (Foto: Humas Kejati Sulteng)

Palu,voxnusantara.com– Dua perkara kasus penganiayaan yang ditangani oleh Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Tinombo dan Cabang Kejaksaan Negeri Banggai di Pagimana, selesai di Restorative Justice (RJ) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah.

“Kedua perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya tersebut dari Cabjari Tinombo atas nama Jefri Bin H. Kadir, yang diduga menganiaya kakak kandungnya sendiri atas nama Ulfa Binti H. Kadir dan dari Cabjari Pagimana atas nama Ruslan Labukang alias Ulan yang diduga menganiaya saksi korban atas nama Hengki Eka Adi Saputra, melanggar Pasal 351 ayat (1),” kata Kasi Penkum Kejati Sulteng Reza Hidayat Lawali, di Palu, Kamis (23/6/2022).

Foto: Humas Kejati Sulteng.

Ia mengatakan, setelah menerima pelimpahan berkas perkara dari Penyidik masing-masing, Jaksa fasilitator pada Cabjari Tinombo dan Cabjari Pagimana kemudian memediasi kedua perkara tersebut di Rumah Restorative Justice masing-masing yang difasilitasi langsung oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Tinombo Fauzipaksi, SH dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Banggai di Pagimana Musmuliady, SH.

Selanjutnya, kata Reza, setelah tercapai kesepakatan perdamaian antara tersangka dan saksi korban dan dilaksanakan seluruh proses sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 20 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif.

“Kedua Kacabjari kemudian melaporkan pelaksanaan penyelesaian perkara secara berjenjang melalui Kejari masing-masing dan Kejati Sulteng ke Jampidum untuk bermohon agar kedua perkara tersebut dapat disetujui untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Restorative Justice,” ujarnya.

Ia menjelaskan, setelah mendengar pemaparan masing-masing dari Kepala Kejaksaan Negeri Parigi Moutong Muhamat Fahrorozi, SH, MH dan Kepala Kejaksaan Negeri Banggai R. Wisnu Bagus Wicaksono, SH, M.Hum, permohonan penyelesaian perkara melalui RJ tersebut disetujui oleh Jampidum.

“Karena memenuhi persyaratan antara lain korban memaafkan tersangka, pemulihan kembali kepada keadaan semula, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman tindak pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka,” ujarnya.
Ia mengatakan, setelah ekspose dengan Jampidum selesai dilaksanakan, Kajati Sulteng menegaskan kembali agar jajaran Kejaksaan di wilayah sulawesi tengah memedomani bahwa pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif bukan berarti Penuntut Umum menghentikan perkara.

Reza menyebut, akan tetapi hal tersebut merupakan pelaksanaan kewenangan penuntut umum untuk tidak menggunakan haknya melakukan penuntutan sesuai dengan asas dominus litis berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI Pasal 34A.

“Untuk kepentingan penegakan hukum, Jaksa dan/atau Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik,” ujarnya.

Penyelesaian perkara ini pada Kamis, (23/6/2022) pukul 08.00 Wita, di Aula Vicon, diikuti langsung oleh Kajati Sulteng Jacob Hendrik Pattipeilohy, SH, MH, didampingi Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulteng Fithrah, SH, MH, dihadiri secara langsung Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI Dr. Fadhil Zumhana melalui zoom meeting.***

Penulis: RHEditor: Sulapto
  • Bagikan