Palu, VoxNusantara, – Pelaksana Tugas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Zulfikar Tanjung, S.H., M.H., kembali memimpin ekspose penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Dalam ekspose yang digelar secara virtual bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Selasa (17/06/2025), dua perkara dari Kejaksaan Negeri Banggai Laut dan Kejaksaan Negeri Palu dinyatakan dihentikan penuntutannya.
Perkara pertama melibatkan tersangka Suprin Posingan alias Ucok, yang dijerat Pasal 351 ayat (1) KUHP atas dugaan penganiayaan ringan. Kasus ini bermula dari cekcok antara tersangka dengan saksi korban Sukmawati, yang berujung pada satu pukulan ke pipi korban. Namun dalam prosesnya, kedua pihak sepakat berdamai.

Tersangka menyatakan permintaan maaf dan penyesalan mendalam. Saksi korban pun memaafkan perbuatan tersebut. Kejaksaan mempertimbangkan bahwa tersangka merupakan tulang punggung keluarga, tidak memiliki catatan kriminal, dan pengusutan perkara lebih lanjut dikhawatirkan akan mengganggu keharmonisan keluarga.
Perkara kedua berasal dari Kejari Palu, dengan tersangka Azwan Alu Singara yang disangkakan melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tersangka kedapatan menyimpan dua sachet plastik bening berisi kristal diduga sabu seberat total 0,5785 gram.
Dalam pemeriksaan, Azwan mengaku menggunakan narkotika semata-mata untuk menambah stamina kerja. Ia menyatakan siap menjalani rehabilitasi dan menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga, atasan, dan masyarakat. Hasil asesmen dari BNNK Kota Palu mendukung opsi rehabilitasi.
Landasan Hukum dan Visi Humanis Kejaksaan
Kedua perkara dihentikan berdasarkan Pasal 139 KUHAP, UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI, Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, serta Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 01/E/EJP/02/2022. Keputusan ini didasarkan pada sejumlah syarat, seperti kesepakatan damai antara pelaku dan korban, pengakuan serta penyesalan pelaku, dan status pelaku sebagai pencari nafkah utama keluarga.
Plt. Kajati Sulteng menegaskan bahwa penghentian penuntutan atas dasar keadilan restoratif merupakan upaya mewujudkan hukum yang adil dan berperikemanusiaan, demi menjaga ketertiban serta kedamaian sosial di tengah masyarakat. *
Sumber: Humas Kejati Sulteng