Rachmansyah menuturkan bahwa sebenarnya sebagian masyarakat sudah diberikan haknya oleh PT. Hengjaya melalui mediasi bupati sebelumnya, yakni bupati Drs.H.Taslim, hanya saja mungkin masih ada satu dua orang atau lebih yang belum menerima itu. Sehingga, sebagian masyarakat menuntut lagi.
“Hanya saja keliru itu kelompok masyarakat bersama kuasa hukumnya kalau pemda atau bupati Morowali yang mereka mau demo,” ungkapnya.
Sebab itu, katanya, bukan hutang atau tanggungjawab pemda atau bupati Morowali, tapi murni urusan perusahaan dengan masyarakat di dua desa itu. Apalagi sebagian masyarakat sudah diberikan haknya oleh PT. Hengjaya.
“Sekali lagi kami hanya sebagai mediator atau penengah dalam konflik antara masyarakat dengan pihak PT. Hengjaya. Kalau masyarakat datang ke bupati minta agar pihak perusahaan menunaikan kewajibannya, kami selalu berusaha mendesak pihak PT. Heangjaya agar segera menyelesaikan sangkutannya ke masyarakat,” tegas mantan Kadis Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulteng itu.
Rachmansyah menegaskan kalau masyarakat mau demo perusahaan PT. Hengjaya tidak masalah, kalau perlu tutup itu perusahaan, karena tidak mau menunaikan kewajibannya.
Rachmansyah menegaskan, sebagai keseriusan kami telah membentuk tim untuk turun ke lapangan melakukan audit atau pengecekan tanah-tanah berikut tanaman warga yang belum dibayarkan.
Untuk diketahui PT. Hengjaya Mineralindo sendiri merupakan salah satu perusahaan swasta murni yang bergerak dibidang pertambangan SDA berupa Nikel dengan wilayah konsesi ijin udaha pertambangan operasi produksi nomor 540.3/SK.001/DESDM/VI/2021 dengan target produksi sebesar 30.000 WMT/bulan pada lahan seluas 1.000 Ha.
Revenue PT. Hengjaya Mineralindo sendiri pada tahun2020 dari pertambangan nikel sebesar USD 260,3jt, dengan rata-rata biaya produksi tahun 2020 sebesar USD7.340/tonne dan produksi tahun 2020 sebesar 145.926,7 Ton. (**)