“Jadi, dimana salah saya. Intervensi saya dimana? Tidak ada kan yang saya intervensi? Adakah saya pergi ke BPN menyampaikan bahwa saya telah menekan dengan sesuatu, memaksa dengan kewenangan saya sebagai anggota DPD. Tidak ada itu. Hati-hati yah pengacara itu berbicara. Apalagi menggunakan kewenangan DPD, itu tidak ada,” serunya.
“Kewenangan DPD itu tidak ada dalam hal ini. Kecuali saya mengundang para pihak. Saya undang BPN, untuk mendengarkan keterangan. Wajar-wajar saya mengundang BPN dalam rangka mempertanyakan persoalan itu.
Legalisme dan prosesnya. Ini kan hak saya dalam hal menjalankan pengawasan saya sebagai anggota DPD RI,” tandasnya.
“Apa, dan dimana salah saya kalau saya memanggil seorang Menteri. Mengundang sebagai mitra. Saya undang sesuai dengan fungsi dan kewenangan saya. Dimana salah saya melakukan intervensi?” tandasnya.
“Jadi PH itu tidak boleh berlebihan juga, mengatakan kalau saya melakukan intervensi. Kalau dia tidak bisa menerima dan tidak senang, yah silakan laporkan. Tidak ada susahnya. Tapi, yah siap-siap timbal baliknya,” sebutnya.
“Silakan. Saya tidak ada urusan. Dan saya tidak punya urusan dengan pengacara. Saya tidak punya kepentingan dengan pengacara itu. Salah alamat dia saya dikatakan intervensi. Jangan sampai nanti, dengan adanya tudingan menyebut lembaga kami DPD. Secara kelembagaan, bisa dilaporkan dia. Lembaga ini bukan perorangan,” terangnya.
“Jangan salah kalau saya memanggil dan mengundang. Jangankan dia. Menteri saja saya panggil. Sebagai fungsi pengawasan, kami panggil. Coba saya beri gambaran anda, saya balikkan kepada anda, saudara yang membeli itu SPBU hasil lelang, lantas diblok itu balik nama anda sedang menjalankan sebuah investasi usaha. Coba? Secara materil dan segala sesuatu ini kan rugi bagi kami. Rugi bagi daerah, dan rugi bagi masyarakat. Kan begitu,” pungkasnya. (***)