Palu, VoxNusantara.com,- Pada masa pemilihan umum, keterlibatan tenaga pendidikan dalam politik praktis sering menjadi sorotan. Di Kota Palu, beredar video tiktok perihal sekitar 300 individu yang mengaku sebagai guru honorer taman kanak-kanak se Kota Palu diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dan peraturan perundang-undangan, setelah mereka mendeklarasikan dukungan terhadap salah satu pasangan calon gubernur Sulawesi Tengah.
Deklarasi tersebut dianggap tidak sesuai dengan peran dan tanggung jawab seorang tenaga pendidik, khususnya dalam menjaga netralitas dan profesionalitas di lingkungan pendidikan.
Dugaan pelanggaran ini muncul karena peraturan undang-undang yang berlaku melarang guru, terutama yang terikat dalam lingkup pendidikan negeri atau yang menerima bantuan pemerintah, terlibat dalam aktivitas politik praktis. Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, disebutkan bahwa pegawai negeri, termasuk tenaga honorer yang bekerja di lembaga pendidikan publik, dilarang berpartisipasi dalam kampanye atau mendeklarasikan dukungan untuk pasangan calon dalam pemilu.
Kasus ini memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan lembaga pendidikan, yang menekankan bahwa keterlibatan guru dalam kegiatan politik bisa merusak reputasi dan kepercayaan publik terhadap profesi pendidikan.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya pemahaman tenaga pendidikan akan peraturan yang mengikat profesi mereka. Guru memiliki posisi strategis sebagai pendidik yang diharapkan dapat menjaga integritas dan profesionalitas. Keterlibatan dalam politik praktis, terutama dalam dukungan terbuka terhadap calon tertentu, bisa merusak citra profesi guru di mata masyarakat dan mengakibatkan penurunan kepercayaan publik.
Masyarakat turut memberikan tanggapan beragam dihalam komentar tiktok mengenai deklarasi tersebut. Sebagian pihak merasa kecewa, menganggap bahwa sebagai pendidik, guru-guru tersebut seharusnya lebih fokus pada tugas mendidik dan bukan terlibat dalam kepentingan politik. Sementara itu, sebagian lainnya memandang bahwa para guru ini memiliki hak politik yang sama dengan warga lainnya, namun perlu lebih bijak dalam menyalurkannya.
Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah Nasrun saat dikonfirmasi wartawan via Whatsapp perihal deklarasi ini, apakah masuk ranah pelanggaran atau tidak, menjawab bahwa masih akan melakukan penelusuran.
“Kami akan melakukan penelusuran terlebih dahulu. Setelah hasil penelusuran, sesuai mekanisme di Bawaslu,” sebut ketua Bawaslu.
Sebagai Pendidik yang didanai dalam hal gaji bersumber dari APBD, sebagai abdi negara mereka mestinya berdiri sebagai orang bebas tapi bukan bebas mendaklarasikan dukungan. *