Palu,VoxNusantara.com- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) hari ini, Rabu (12/6/2024) menggelar kegiatan Jaksa Menyapa.
Program rutin Kejati Sulteng ini mengusung topik “Netralitas ASN Dalam Menyongsong Pilkada Sulteng Bahagia”. Hadir sebagai narasumber, Kepala Seksi Penerangan Hukum, Laode Abdul Sofian, SH. MH; dan Kepala Seksi Sosial Budaya dan Kemasyarakatan, Firdaus M. Zein, SH. MH.
Dalam paparanya, Kasi Penkum Abdul Sofian mengatakan bahwa momentum Pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada hari Rabu tanggal 27 November 2024 nanti tidak terlepas dari berbagai potensi persoalan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan.
“Oleh karena begitu banyak benturan kepentingan politik untuk memenangkan perhelatan Pilkada tersebut, termasuk netralitas ASN dll, maka peran Kejaksaan sangat strategis dalam memitigasi potensi permasalah Pilkada serentak khususnya di Sulteng,” ujarnya.
Sehingga, lanjutnya, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas ASN dalam Penyelenggaraan Pilkada. SKB diterbitkan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN. “Ini yang menjadi acuan dalam menegakan netralitas ASN,” kata Abdul Sofian.
Abdul Sofian menambahkan, ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. “Dalam aturan itu disebutkan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
“Ketidaknetralan ASN akan sangat merugikan negara, pemerintah, dan masyarakat. Sangsi dan delik Pilkada jelas, baik sangsi administrasi maupun sangsi pidana. Kejaksaan terlibat didalamm menegakkan netralitas ASN diantaranya melalui sentra gakumdu,” jelasnya.
Sementara itu, Firdaus Zen mengungkapkan bahwa hasil kajian Komisi Aparatus Sipil Negara (KASN) memetakan sedikitnya ada lima hal pelanggaran netralitas yang paling banyak dilakukan ASN.
Pertama, katanya, ASN melanggar netralitas karena melakukan kampanye atau sosialisasi di media sosial (30,4%). Kedua, ASN melanggar netralitas karena mengadakan kegiatan mengarah pada keberpihakan ke salah satu calon atau bakal calon peserta pemilu (22,4%). Ketiga, melakukan foto bersama calon atau pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan atau gerakan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6%). Keempat, melakukan pendekatan ke partai politik untuk kepentingan pencalonan dirinya atau orang lain di pemilu atau pilkada (5,6 %), Kelima menghadiri deklarasi calon peserta pemilu (10,9%).
“Sanksi netralitas berupa pelanggaran disiplin berkonsekuensi terhadap hukuman disiplin sedang, berupa pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6 bulan/9 bulan/12 bulan, dan hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Pemerintah 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK ,“ ungkap Firdaus.
Dirinya menambahkan, sanksi netralitas berupa pelanggaran kode etik berkonsekuensi sanksi moral pernyataan secara terbuka dan sanksi moral pernyataan secara tertutup sesuai Peraturan Pemerintah 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.
“Salah satu aspek penting dalam penegakan netralitas ASN adalah pengawasan. Pengawasan ASN yang efektif dibutuhkan untuk memastikan ASN melaksanakan tugasnya dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku guna menciptakan birokrasi yang profesional dan akuntabel,” ujarnya.
Salah satu peran yang dimainkan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menurut kedua narasumber diantaranya melalui sosialisasi serta membangun komitmen ASN untuk bersikap netral dan professional.
“Program Jaksa Menyapa yang digelar Kejati Sulteng bersama RRI Palu ini menjadi penting dan strategis menjadi refleksi atas penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil). ASN yang netral menunjukkan bahwa birokrasi tidak dimanipulasi untuk kepentingan salah satu pihak, melainkan hanya untuk kepentingan publik,” tutup Kasie Penkum Abdul Sofian.
Sumber: RRI
Editor: Yohanes