Palu,voxnusantara.com- Dari perkembangan kasus mantan Kepala Sah Bandar Bunta, berinisial DG yang sempat ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng awal Juli 2022 yang lalu dan kini sedang berproses di Pengadilan Negeri Tipikor Kelas IIA Palu, ternyata menemukan hal menarik.
Terungkap ada beberapa fakta persidangan, seperti yang disebutkan saksi Soehartono, salah seorang pengusaha tambang. Ia bersaksi bahwa sebenarnya tidak terjadi pemerasan seperti dakwaan pertama dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain itu, dakwaan kedua adanya gratifikasi, yang menjurus kepada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan ketiga dakwaan terkait TPPU itu sendiri.
Dihadapan majelis Hakim yang dipimpin Chairil Anwar, SH., M.hum, saksi Soehartono membantah habisan-habisan dakwaan JPU. Bahwa dirinya memberikan sejumlah uang, dengan mentransfer secara bertahap hingga, totalnya Rp 400 juta adalah murni pinjaman yang akan diberikan Suhartono kepada DG, disebabkan hubungan pertemanan.
“Saya memberikan pinjaman ini murni karena pertemanan. Kebetulan saja, pak Dean Granovic (DG) ini adalah sahabat saya. Teman saya beliau,“ kata Suhartono.
Suhartono menuturkan, tidak ada kaitannya pemberian pinjaman itu dengan DG sebagai seorang pejabat dalam hal ini Kepala Sah Bandar di pelabuhan Bunta. Namun, beritikad baik membantu kawannya itu yang sangat membutuhkan sejumlah uang untuk membiayai berbagai keperluan, diantaranya untuk membiayai kebutuhan anaknya masuk Akademi Kepolisian (Akpol).
Ia juga menjelaskan, bahwa dirinya mentransfer dana beberapa kali sesuai dengan kebutuhan, baik itu ke rekening DG maupun ke Agung Setiawan. Termasuk untuk pembangunan Masjid, dan Pesantren. Semuanya dikirim semata-mata hanya untuk membantu seorang sahabat.
“Mengirim uang ini bukan tanpa dasar. Kami sudah membuat sebuah perjanjian untuk perikatan kepada kami. Dengan jaminan sertifikat tanah dan rumah,“ ungkapnya.
Sementara itu, tim Penasehat Hukum terdakwa DG dari kantor Hukum Djafara Toripalu & Rekan, yakni Jabar Anurantha D jaafara,SH.,MH, Yuyun, SH, Mohamad Akbar, SH, dan Afdil Fitri Yadi, SH, memaparkan, pertama,
Ada sebuah perusahaan agen kapal yang membuat laporan palsu sehingga mempidanakan seorang Syahbandar (kepala kantor urusan pelabuhan dan kapal) Bunta mendapat fitnah yang dilakukan oleh salah satu perusahaan di agen kapal, yang melaporkan bahwa Syahbandar telah melakukan pemerasan, sehingga dilakukan pemeriksaan oleh Kejati Sulteng dan ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa.
Kedua, peran dugaan adanya mafia tambang dalam mengeruk kekayaan alam Sulteng. Para mafia tambang nickel selalu berusaha untuk menguasai dan memonopoli lahan tambang di empat provinsi yang ada di Indonesia, salah satunya ada di Sulteng. Meskipun mafia tambang ini sudah diperiksa tapi anehnya selalu lolos bahkan melakukan jeratan kepada pengusaha yang baik dan benar.
Ketiga, kepolosan seorang pejabat membawanya ke penjara. Rekayasa kasus pemerasan dikembangkan menjadi kasus penyuapan, agar mampu menjeratnya dan dilanjutkan ketindak pidana korupsi yang bermuara ke tindak pidana pencucian uang, notabene kekayaannya disita tanpa ditinjau dari tahun perolehan pejabat yang tejerat kasus.
Keempat, mafia tambang berkolaborasi dengan aparat penegak hokum (APH). Mafia tambang tidak dapat diberantas karena bekerjasama dengan APH untuk melaksanakan niatnya, dengan berbagai cara untuk beroleh harta haram milik bangsa dan rakyat Indonesia.Kelima, rapinya rekayasa mafia tambang dalam menjerat lawannya.
Berbagai cara dilakukan oleh mafia tambang untuk merampok harta kekayaan alam bangsa Indonesia khususnya di Sulteng. Bahkan masyarakat anti korupsi Indonesia (MAKI) telah melaporkan ke Kejaksaan Agung, namun belum ada pemeriksaan di lapangan ataupun oknum yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan ataupun penonaktifan.
Keenam, peran hati nurani hakim diuji dalam penanganan kasus rekayasa. Gerbang terakhir dalam penegakan hukum berada di pengadilan negeri, disini kembali hati nurani hakim yang menyidangkan dugaan kasus rekayasa yang dibangun oleh mafia tambang, masih adakah keadilan di negeri kita ini, bila mafia tambang mampu mengendalikan persidangan.
Dalam sidang Selasa kemarin (27/12/2022), majelis hakim juga menghadirkan Ahli dari Fakultas Hukum Universitas Tadulako (Untad) Palu, Harun Nyak Itam Abu, SH., MH, yang menerangkan soal uraian teori hukum tentang TPPU secara gamblang, keterkaitan dengan kasus per kasus (perkara) yang dihadapi oleh PN Tipikor Palu.(***)