Palu,voxnusantara.com- Aksi penolakan tambang yang berlangsung di Desa Siney hari Sabtu 12 Februari 2022 kemarin dan berujung duka karena salah satu massa aksi tertembak peluru senjata api mewarnai jagad media social ditingkat lokal hingga media ditingkat nasional.
Sebagaimana diketahui, aksi tersebut bermula akibat aspirasi warga yang berasal dari Kecamatan Toribulu, Kasimbar dan Tinombo Selatan tidak direspon secara bijaksana oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Kepolisian Resort Parigi Moutong (Parimo) yang bertindak secara represif, hingga menimbulkan korban jiwa.
“Seharusnya bukan kekerasan yang harus diterima warga, melainkan solusi nyata dari pihak terkait. Mengingat aksi mereka didasari oleh hak untuk bertahan hidup,” kata Robert, melalui rilis yang diterima redaksi media ini, Senin (14/2/22).
Robet menjelaskan, berdasarkan informasi yang diperoleh, bahwa IUP Pertambangan PT. Trio Kencana sudah kadarluarsa dan area konsesi tambang seluas 15.725 Ha mencakup wilayah pemukiman, perkebunan dan pertanian warga.
“jika melihat dari akar masalah penolakan warga, maka seharusnya pemerintah daerah lebih cermat menyikapi persoalan yang lebih substantif dan bukan melalui cara-cara yang represif, hingga menimbulkan korban jiwa,” ungkap Koordinator Wilayah Pengurus Pusat GMKI Sulteng ini.
Terbunuhnya salah seorang warga yang tergabung dalam massa aksi tersebut, katanya, menandakan bahwa pimpinan kepolisian tidak memegang kendali penuh terhadap aparat yang sedang bertugas dilapangan.
“Kapolri harus mengevaluasi kasus tersebut dan tidak tebang pilih dalam menindak anggotanya di tingkatan Kepolisian Daerah Sulteng dan secara khusus Kepolisian Resort Parigi Moutong,” tegasnya.***