Parigi Moutong, VoxNusantara,- Anggota DPRD Kabupaten Parigi Moutong dari Fraksi Gerindra, I Ketut Mardika, mendesak pembangunan permanen terhadap tanggul pasir yang jebol di Desa Balinggi Jati, Kecamatan Balinggi, menyusul banjir bandang yang kembali menerjang kawasan tersebut.
Permintaan itu ditanggapi langsung oleh Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III Palu, Dedi Yudha. Ia menjelaskan bahwa kondisi tanah berpasir di lokasi membuat penanganan tidak bisa dilakukan secara serampangan.
“Belum ada biaya dan harus dilakukan desain terlebih dahulu, karena tanahnya berpasir. Jadi perlu penyelidikan tanah untuk menentukan jenis konstruksi yang tepat,” terang Dedi, Senin (30/6/2025).
Ia menambahkan, solusi penanganan tidak selalu harus dengan membangun tanggul. Bisa jadi, pengendalian dilakukan dari hulu melalui pembangunan check dam, sabo dam, atau bahkan embung.

Terkait respons cepat atas kejadian banjir yang merusak tanggul, Dedi mengatakan, sehari setelah kejadian, Tim Reaksi Cepat (TRC) BWSS III telah turun ke lapangan bersama BPBD Kabupaten Parigi Moutong untuk mengecek kondisi serta menentukan langkah penanganan darurat.
“Banjir ini berulang karena banyaknya aktivitas perkebunan di hulu yang menyebabkan menurunnya tutupan lahan. Tanah yang lepas membuat air hujan langsung mengalir ke permukaan, membawa sedimen dan merusak tanggul,” jelasnya.
Ia menegaskan, penanganan banjir dan tanggul bukan semata menjadi tanggung jawab BWSS III sebagai pemegang kewenangan pengelolaan sumber daya air (SDA) pusat. Namun perlu koordinasi lintas lembaga, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten.
“Sungai adalah kekayaan negara. Pemerintah di semua level dapat melakukan intervensi penanganan selama tersedia anggaran. Tapi kalau daerah mau menangani, harus berkoordinasi dengan BWSS sesuai UU SDA Nomor 17 Tahun 2019,” tegas Dedi.
Dedi menyebut, pihaknya telah mengusulkan penanganan tanggul Balinggi Jati ke pemerintah pusat. Namun saat ini terjadi efisiensi anggaran, di mana prioritas nasional lebih difokuskan pada program ketahanan pangan.
“Kami tetap upayakan penanganan secara permanen. Saat ini kami baru bisa lakukan penanganan temporer melalui anggaran pemeliharaan dan darurat,” jelasnya.
Dedi mengajak semua pihak duduk bersama untuk mencari solusi jangka panjang atas persoalan tersebut. Ia juga berharap pemda aktif mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan kegiatan di hulu yang bisa merusak tutupan lahan.
“Masalah ini bukan sekadar soal konstruksi, tapi juga perlu peran pemda dalam memberikan himbauan dan pengawasan terhadap aktivitas masyarakat di hulu,” tandasnya. *
Sumber: Tim Media BERANI