Palu, VoxNusantara,- Organisasi masyarakat sipil Pemuda Berani Sulawesi Tengah menyatakan dukungan penuh terhadap rencana Gubernur Sulawesi Tengah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani persoalan krusial seperti tambang ilegal, kerusakan lingkungan, pembalakan liar, serta pengawasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji.
Inisiatif tersebut dinilai sebagai langkah mendesak dan strategis untuk menghentikan kebocoran kekayaan negara sekaligus menjawab persoalan sosial-ekologis yang telah berlangsung bertahun-tahun.
“Satgas ini sangat penting, tidak hanya untuk menghentikan kebocoran kekayaan negara, tapi juga untuk mengatasi akar persoalan yang dihadapi masyarakat Sulawesi Tengah,” kata Moh. Jabir, inisiator Pemuda Berani Sulteng, dalam siaran pers yang diterima redaksi, Jumat (17/5).
Menurutnya, keberhasilan satgas akan sangat bergantung pada keberanian politik dan ketegasan dalam penegakan hukum. Ia juga menekankan perlunya keterlibatan masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga independen dalam pengawasan dan pelaksanaan tugas satgas.
Tambang Ilegal Masif, Negara Rugi hingga Rp100 Miliar per Bulan

Pemuda Berani Sulteng mengungkapkan bahwa aktivitas tambang ilegal di Sulawesi Tengah terjadi secara masif dan tak terkendali. Pemerintah dinilai kurang serius menanggapi persoalan ini, sementara aparat penegak hukum dianggap lemah dalam bertindak.
“Ledakan jumlah penduduk yang tidak diimbangi lapangan kerja mendorong warga masuk ke tambang ilegal. Namun pengawasan dan penindakan hukum sangat minim,” ungkap Jabir.
Ia juga menyoroti indikasi keterlibatan oknum aparat dan pihak-pihak berkepentingan dalam melindungi aktivitas ilegal tersebut. Akibatnya, pelaku tambang merasa kebal hukum dan bebas beroperasi.
Dampaknya pun tidak main-main. Dalam lima tahun terakhir, negara disebut merugi hingga Rp100 miliar per bulan akibat tambang ilegal. Lokasi paling mencolok adalah Kelurahan Poboya, Kota Palu, yang beroperasi di wilayah konsesi PT Citra Palu Mineral dan diduga melibatkan PT AKM.
Selain Poboya, aktivitas serupa juga ditemukan di Parigi Moutong, Buol, Tolitoli, Morowali, dan Poso, di mana kelompok-kelompok yang memiliki koneksi kuat dengan aparat dan tokoh lokal menjalankan usaha tambangnya secara leluasa.
Tak hanya kerugian ekonomi, tambang ilegal juga disebut menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan dan infrastruktur.
“Sepanjang jalan Palu–Donggala, kita bisa lihat dampaknya. Bahkan tambang yang berizin pun tetap merusak,” ujar Jabir.
Ia mencatat terdapat 32 titik kerusakan di jalur tersebut, serta lima kali kejadian putusnya akses jalan akibat banjir bandang dari wilayah hulu yang rusak.
Dugaan Penyelewengan BBM dan Kelangkaan LPG
Pemuda Berani Sulteng juga menyoroti persoalan distribusi energi, khususnya BBM dan LPG 3 kg. Menurut Jabir, terdapat indikasi penyelewengan oleh pialang dan oknum tertentu.
“Kami melihat ada permainan oleh kelompok yang menguasai distribusi minyak dan gas, termasuk manipulasi laporan perusahaan untuk menutupi biaya-biaya tidak resmi,” ujarnya.
Ia menilai kelangkaan gas elpiji yang terus berulang di berbagai wilayah patut menjadi perhatian serius pemerintah daerah.
Dalam siaran persnya, Pemuda Berani Sulteng menyebut lemahnya penegakan hukum sebagai bentuk pembiaran terhadap kejahatan.
Mereka mengutip Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Republik Indonesia, yang menegaskan fungsi polisi dalam menjaga keamanan dan menegakkan hukum.
“Kalau penegakan hukum tidak dilakukan, maka wajah hukum menjadi buram. Pembiaran berarti pelanggaran terhadap mandat institusi negara,” tegas Jabir.
Ia juga menyampaikan bahwa kontribusi sektor tambang terhadap pendapatan daerah menjadi nihil akibat praktik ilegal, dan masyarakat kini terancam oleh risiko bencana seperti longsor, banjir, hingga jatuhnya korban jiwa.*
Sumber: Tim Media BERANI